Jangan Pernah mau dibebani oleh hal yang hanya akan membuat kita terbelakang
Minggu, 02 Oktober 2011
Kisah Cinta Sang Ustaz
Karya : Hamsah
Suasana sore cukup tenang, perlahan kendaraan roda dua yang dikendarai ustaz Syahel mengarah pada sebuah rumah yang tidak lain adalah rumah milik atasannya di kantor. Ustaz Syah panggilan akrabnya. Ia sendiri merupakan seorang staf di sebuah instansi di daerah yang terkenal subur dan luas areal pertaniannya.
Tidak terasa Syah pun tiba di halaman rumah atasannya. Ini kali pertama Syah mendatangi rumah ini. Selama ini segala keperluan dengan atasan hanya terjadi di kantor. Entah kenapa hari ini tiba-tiba dia memanggil Syah ke rumahnya.
Atasan Syah sendiri selain dikenal dengan jabatannya di kantor, ia juga dikenal sebagai seorang alim ulama yang oleh masyarakat setempat lebih lumrah disebut sebagai ustaz. Meski kata ustaz itu sebenarnya lebih umum ditujukan pada seorang guru atau yang berprofesi sebagai pengajar, namun masyarakat setempat lebih umum mengalamatkan panggilan ustaz itu untuk pemuka agama.
Di kantor, Syahel dan atasannya ini sangat dikenal sebagai ustaz. Mereka berdua hampir tidak pernah alpa jadwal khutbah di sejumlah Mesjid yang ada di daerah itu. Bahkan untuk acara-acara keagamaan pemerintah, ke dua orang inilah yang memegang andil paling besar.
Bahkan jadwal ceramah mereka juga padat hingga ke luar kabupaten. Ustaz Syah memang sejak kecil ditempa dengan ilmu agama. Sejak lulus SD ia disekolahkan oleh ke dua orang tuanya di pesantren. Selama enam tahun ia mengenyam ilmu agama di pesantren dan kemudian setelah lulus Madrasah Aliyah setingkat SMA, Syah lagi-lagi melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Agama yang ada di Ibu Kota Provinsi.
Kuliah di Perguruan tinggi Islam, membuat ilmu agama yang ia miliki semakin matang. Di tambah Ustaz Syah memiliki suara yang cukup bagus ketika melantunkan ayat suci Al Quran. Ini menjadi daya dukung dan menjadi keunggulan tersendiri bagi Ustaz Syah sehingga ia pun cukup sering menjadi imam setiap shalat berjamaah.
Tidak berapa lama, Ustaz Syah akhirnya tiba di halaman rumah yang terbilang elit di kawasan itu. Suasana di halaman terlihat sepi. Tidak ada orang yang lalu lalang. Sementara pintu rumah tertutup rapat. Seandainya bukan karena perintah atasannya, Ustaz Syah mungkin akan berbalik meninggalkan rumah tersebut. Namun akhirnya dengan berupaya memberanikan diri, Ustaz Syah akhirnya berupaya mengetuk pintu.
“Assalamu Alaikum,”ujar Ustaz Syah dari luar rumah.
“Wa alaikumussalam,”sahut sebuah suara yang masih sangat asing terdengar di telinga Ustaz muda ini. Sebuah suara perempuan yang kontan membuat Ustaz Syah merasa ada yang aneh dalam dirinya ketika mendengar suara itu.
“Siapa?,”lanjut suara tadi, masih dari balik pintu yang belum dibukanya.
“S..Saya, Syah,”balas Ustaz Syah terbata-bata karena gugup.
Semenit kemudian pintu rumah terbuka, dari dalam muncul seorang gadis dengan pakaian muslimah. Gadis itu kemudian melayangkan senyum kearah Ustas Syah yang sejak tadi berupaya menenangkan dirinya dari rasa gugup.
“Mari, silahkan masuk,”sambut gadis tadi mempersilahkan Ustaz Syah masuk. Ustaz Syah sendiri langsung menundukkan pandangannya saat gadis tadi menatapnya dari pintu yang sudah terbuka lebar.
Dipersilahkan masuk, Ustaz Syah kemudian melangkah pelan-pelan masuk ke rumah yang tidak lain adalah rumah pribadi atasannya itu. Sebelum melangkah Ustaz Syah menyempatkan diri menatap gadis yang mempersilahkannya masuk. Saat bertemu pandang, Ustaz Syah tiba-tiba nyaris tak mampu menguasai kegugupannya. Sekujur tubuhnya terasa dialiri hawa dingin. Tidak terasa keringat mulai mengaliri tubuhnya.
“T…Terima Kasih,”sahut Ustaz Syah masih dengan rasa gugupnya sambil berlalu menuju kursi tamu yang berada tidak jauh dari pintu utama rumah tersebut. Sambil duduk, Ustaz Syah tetap menunduk. Ia seolah tidak habis pikir dengan apa yang dia alami saat itu. Sebagai seorang ustaz yang selama ini sudah sangat berpengalaman berdiri dihadapan ratusan bahkan ribuan orang, rasa gugup apalagi berkeringat dingin sudah tidak pernah ia alami. Bahkan sebagai seorang Da’i yang sudah melanglang buana, makin banyak orang yang hadir saat ia berceramah, semangatnya untuk berceramah justru semakin tinggi.
Tapi entah kenapa hari itu, saat dia hanya berhadapan dengan seorang gadis yang usianya juga masih belasan tahun, tiba-tiba rasa gugup dan perasaan batinnya tidak karuan. Perasaan itu hanya ia rasakan saat ia baru pertama kali belajar berdiri di depan orang banyak. Itupun terjadi saat ia masih menjadi seorang santri beberapa tahun yang lalu. Perasaan itulah yang ia rasakan saat ini, bahkan lebih dari itu.
“Saya kenapa yah?,”ungkap Ustaz Syah dalam hati. Pria yang memang masih lajang ini heran dengan apa yang ia alami saat itu. Ia pun berupaya menguasai perasaanya. Ia tidak ingin atasannya mendapatinya dalam kondisi yang tidak stabil seperti itu. Perlahan ia menarik nafas panjang, sejumlah ayat-ayat Al Quran dan doa-doa yang selama ini ia lafazkan sebelum naik ke mimbar ia bacakan dalam hati secara cermat. Hasilnya, Usataz Syah akhirnya mampu menguasai perasaannya sehingga ia pun merasa normal kembali.
Beberapa saat kemudian, atasannya pun keluar dari dalam ruang keluarga, menghampirinya yang sudah beberapa menit menunggu di ruang tamu. Setelah duduk, atasan Ustaz Syah akhirnya membuka pembicaraan. Cukup banyak yang mereka bicarakan termasuk masalah pekerjaan kantor dan hal lain berkaitan dengan kegiatan mesjid. Kebetulan mereka berdua memang memiliki latar belakang yang sama dan sama-sama aktif menggiatkan kegiatan majelis taklim di mesjid-mesjid yang ada di daerah itu.
Ustaz Syah sendiri dipanggil ke rumah atasannya untuk memantapkan kegiatan Musabaqah Tilwatil Qur’an yang kebetulan kantor mereka sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan itu. Kebetulan untuk urusan seperti itu, Ustaz Syah tidak diragukan kemampuannya dalam mengurus kegiatan yang memang sejak masuk pesantren sudah ia lalui.
Setelah selesai membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan yang akan mereka laksanakan itu, tiba-tiba Ustaz Syah ditanya oleh atasannya. “Syah, usia kamu sekarang sudah berapa,”Tanya atasannya.
“32 tahun ustaz,”jawab Ustaz Syah tersipu.
“Kok belum menikah,”tanyanya lagi.
“Belum ada jodoh ustaz, Insya Allah saya tetap bermunajab supaya Allah memberikan jodoh yang terbaik untuk saya,”jawab Ustaz Syah lagi.
“Amin, jika punya kendala jangan sungkan-sungkan minta bantuan saya,”lanjut atasan Ustaz Syah.
“Insya Allah Ustaz,”sambut Ustaz Syah.
Tanpa terasa, perbincangan mereka sudah berlalu beberapa jam. Suara mengaji dari mesjid terdekat menyadarkan ke dua ustaz yang terikat ikatan kerja sebagai atasan dan bawahan ini. Mendengar suara mengaji dari mesjid dengan buru-buru Ustaz Syah akhirnya pamit ke atasannya.
“Sudah hampir Maghrib ustaz, saya pamit dulu,”.
“Yah silahkan,”jawab atasan ustaz Syah yang seolah sudah sangat mengerti jika pada jam-jam seperti itu, seorang ustas tidak bisa ditahan berlama-lama. Lagi pula ia juga demikian. Setelah mendengar suara mengaji dari mesjid, ia pun harus bergegas ke Mesjid.
Seperti biasanya, Ustaz Syah selalu didaulad menjadi imam di mesjid yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Rumah Ustaz Syah sendiri berada dikawasan perumahan yang rata-rata dihuni oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Keesokan harinya, Ustaz Syah menjalani hari-hari seperti biasanya, masuk kantor. Tidak ada yang berubah kecuali suasana hatinya yang diliputi rasa penasaran. Ia penasaran dengan gadis yang ia lihat di rumah atasannya. Menanyakan langsung ke atasannya tentu saja tidak mungkin ia lakukan. Secara diam-diam Ustaz Syah berupaya mecari tahu tentang gadis itu, mulai menyelidiki langsung saat datang ke rumah atasannya maupun menanyakan ke orang-orang yang ia anggap mengetahui banyak hal tentang gadis tersebut.
Setelah lama mencari tahu, akhirnya ia pun sudah mengetahui bahwa gadis tersebut adalah anak atasannya yang masih duduk di bangku kelas I SMA. Sejak mengtahui seluk beluk gadis itu, tekad Ustaz Syah bukannya kendor, malah ia semakin matang untuk menjadikan gadis itu sebagai pendamping hidupnya. Entah kenapa ia begitu yakin gadis itu akan menjadi jodohnya kelak, padahal perasaan hatinya belum ada yang mengetahui kecuali dirinya sendiri.
“Saya akan menunggu gadis ini hingga tamat SMA,”gumamnya dalam hati. Meski usianya saat itu sudah usia matang untuk beristri, ada saja keyakinan kuat dalam dirinya bahwa gadis yang telah menggetarkan hatinya dipandangan pertama di rumah atasannya itu adalah jodohnya.
Selama berbulan-bulan bahkan tahunan, perasaan hati Ustaz Syah dipendam dalam-dalam. Hanya doa yang senantiasa ia panjatkan dalam setiap shalatnya. Sambil sesekali juga berupaya menjalin dialog dengan gadis tersebut setiap ia berkunjung ke rumah atasannya. Meski dialog hanya sekedarnya, namun itu ia anggap sudah menjadi spirit bagi Ustaz muda ini untuk membulatkan tekadnya menjadikan anak atasannya itu sebagai istri.
Hingga pada suatu waktu, Ustas Syah mengikuti sebuah kegiatan bersama atasannya di luar daerah. Dia dan atasannya tidur sekamar di sebuah hotel tempat kegiatan itu berlangsung. Saat sedang istirahat siang, tiba-tiba atasannya kembali menanyakan masalah pernikahan dengan Ustaz Syah. Kali ini atasannya nampaknya lebih serius dari biasanya.
“Nikah itu sunnatullah dan bahkan diwajibkan bagi yang sudah memenuhi syarat untuk melakukannya, Tuhan tidak menyukai orang-orang yang menunda kebaikan, saya pikir soal ini kamu pasti lebih tahu,”jelas atasannya mengingatkan.
Diperingatkan seperti itu, Ustaz Syah hanya tersenyum. Tapi ia juga tertegun, sebab hari itu ia melihat muka serius dari atasannya saat mengucapkan kata-kata itu. Meski kata itu diucapkan sambil berlalu, namun Ustaz Syah menangkap bahwa apa yang disampaikan atasannya itu cukup serius.
Setelah seharian penuh mengikuti kegiatan, keduanya kemudian kembali ke kamar hotel untuk istirahat malam. Kedua atasan dan bawahan ini tidak langsung tidur, ke duanya meluangkan waktu menonton TV sambil berbincang-bincang.
Saat berbicang itu, atasan Ustaz Syah kembali melanjutkan pembicaraan yang ia lontarkan pada saat istirahat siang tadi.
“Kamu sudah ada calon kan?,”tanya atasannya yang hanya dibalas senyum oleh ustaz Syah.
“Kalau belum ada jangan sungkan minta tolong dicarikan, atau ada yang kamu suka kita juga bisa bantu untuk menyampaikannya,”lanjut atasannya.
Kali ini Ustaz Syah tidak bisa mengelak. Namun pertanyaan itu tidak langsung ia jawab. Ia terdiam sejenak. Kemudian dengan malu-malu ia menjawab.
“Sebenarnya keinginan itu sudah ada, soal calon juga sudah ada, tapi saya belum siap untuk mengatakannya. Saya akan mengatakannya setelah saya dari menjalankan ibadah haji. Saya akan memohon petunjuk disana,”jawab Ustaz Syah panjang lebar. UStaz Syah memang pada tahun itu akan menjalankan ibadah haji.
“Nah begitu, mudah-mudahan kamu dapat petunjuk saat menjalankan ibadah haji nantinya,”tandas atasan Ustaz Syah. Jawaban ustaz Syah itu nampaknya membuat atasannya tidak bisa lagi bertanya banyak. Seolah jawaban tadi menjadi kunci dari pertanyaan yang ada dibenaknya.
***
Beberapa bulan setelah perbincangan serius antara UstazSyah dengan atasannya, musim haji pun tiba. Dan Ustaz Syah adalah salah satu dari jemaah haji dari daerahnya. Saat menjalankan ibadah haji, Ustaz Syah betul-betul menjalankan niatnya memohon petunjuk tentang jodohnya. Dalam doanya ia berharap diberikan petunjuk jika perempuan yang ia sukai itu adalah jodohnya, agar ia diberikan kekuatan mental untuk menyampaikan ke orang tuanya setelah kembali dari menjalankan ibadah haji itu.
Sekembali dari menjalankan ibadah haji, Ustaz Syah menjalankan aktivitas seperti biasanya. Namun ia heran selama beberapa bulan setelah kembali dari menjalankan ibadah haji, atasannya tidak lagi menanyakan soal keinginannya untuk menikah. Padahal hasratnya untuk mengatakan itu sudah kuat ke atasannya. Apalagi saat itu, perempuan yang nota bene adalah anak atasannya itu sudah duduk dibangku kelas tiga SMA yang tidak lama lagi akan tamat.
Berbagai upaya dilakukan oleh Ustaz Syah untuk menyampaikan keinginannya itu. Mulai menggunakan pihak ketiga sampai berupaya langsung menyampaikannya ke atasannya, namun itu tidak kesampaian.
Tiba pada suatu pagi, Ustaz Syah sengaja ke kantor lebih awal dari biasanya. Itu dengan harapan bisa bertemu berdua dengan atasannya untuk menyampaikan maksud hatinya. Wal hasil atasannya justru lebih awal tiba di kantor. Melihat atasannya sudah ada di kantor, Ustaz Syah terlihat girang. Ia seolah dapat angin segar. Dalam hatinya ia berdoa dan berterima kasih kepada Tuhan yang ia anggap berpihak padanya hari itu. Namun saat hendak masuk ke ruangan atasannya, masalah kembali muncul. Mendadak sekujur tubuhnya terserang hawa dingin. Ia seolah menggigil. Berkali-kali ia mondar-mandir di luar ruangan dan mengambil ancang-ancang untuk masuk ruangan atasannya, tapi nyalinya terasa hilang.
“Syah, masuk ke sini dulu,”panggil atasannya dari dalam ruangan. Panggilan itu langsung membuyarkan konsentrasi UStaz Syah.
“Ia pak,”jawab Syah yang langsung bergegas masuk ruangan atasannya. Di dalam ruangan ia langsung disodorkan secarik kertas. Oleh atasannya ia diperintahkan untuk mengisi data yang diminta dalam kertas itu. Saat menulis itu, tangan Ustaz Syah tiba-tiba gematar. Ia sendiri heran, kenapa tangannya tiba-tiba gemeter seperti itu.
Usai mengisi kertas yang disodorkan atasannya, sejenak Ustaz Syah berpikir untuk menyampaikan keinginannya. Namun lagi-lagi, ia tak mampu menguasai suasana hatinya yang galau. Setelah berpikir sejenak ia pun mengambil secarik kertas kemudian menulis pesan di atas kertas itu. “Pak saya tunggu di Mushallah,”begitu tulisan dalam kertas itu.
Setelah menulis pesan di atas kertas itu, kertas bersisi pesan itu kemudian disodorkan ke atasannya kemudian Ustaz Syah langsung menyelinap ke luar ruangan langsung menuju Mushallah yang tidak jauh dari ruangannya. Di Mushallah, Ustaz Syah langsung menunaikan Shalat Duha. Namun setelah beberapa rakaat Shalat Duha ia laksanakan, atasannya belum juga muncul. Tapi Ustaz Syah tidak putus asa, ia tetap melanjutkan Shalatnya hingga rakaat ke delapan. Pada rakaat ke depan ini ia merasakan ada orang masuk di Mushallah itu.
Setalah rakaat ke depalan dia tuntaskan ia menoleh ke belakang. Betul, yang datang adalah atasannya yang juga langsung Shalat Duha tidak jauh dari tempatnya Shalat tadi. Setelah keduanya menyelesaikan Shalat Duha, Ustaz Syah tetap bungkam. Dia belum berani juga menyampaikan maksud hatinya. Sehingga hari itu berlalu tanpa apa-apa. Mereka kemudian keluar bersama-sama dari Mushallah, meski berbincang tapi perbincangan mereka jauh dari apa yang hendak diutarakan oleh Ustaz Syah.
Gagal menyampaikan isi hatinya di Mushallah, Ustaz Syah kembali memutar akal. Ia berusaha keras bagaimana bisa menyampaikan isi hatinya. Setelah berpikir lama, ia pun kenbali menemukan ide untuk mengundang atasannya makan siang di sebuah warung makan favorit di daerahnya.
Namun lagi-lagi langkah ini gagal. Atasannya tidak datang memenuhi panggilannya. Medapatkan jalan buntu, Ustaz Syah kembali mengadu ke Tuhan. Pada suatu malam, Ustaz Syah kembali menengadahkan tangan usai Shalat Tahajjud. Ia berharap ada petunjuk dan diberikan keberanian untuk mengutarakan keinginannya itu.
Keesokan harinya, kekuatan doa itu nampaknya sedikit membantu Ustaz Syah untuk menguasai suasana batinnya. Kebetulan pagi itu, atasannya yang masuk kantor lebih dulu. Meski tetap dengan rasa was-was ia menunggu atasannya itu masuk ke Mushallah untuk Sahalat Duha. Ternyata tidak terlalu lama ia menunggu, atasannya sudah terlihat berjalan kearah Mushallah. Dengan pelan-pelan Ustaz Syah ikut dari belakang dan ikut Shalat Duha bersama.
Kali ini Ustas Syah lebih berani dari hari biasa. Usai Shalat, dengan suara terbata-bata karena gugup Ustas Syah akhirnya menyampaikan keinginan hatinya.
“Ustaz, dulu kan pernah kita Tanya saya soal pernikahan. Kali ini saya ingin minta bantuan,”ungkap Ustaz Syah berbasa-basi.
“Oh yah…silahkan, apa yang bisa saya bantu,”jawab atasannya.
“Sss…Sebenarnya pak yang saya suka itu adalah…..,”kata Ustaz Syah Syah ragu-ragu.
“Ayo sampaikan saja, jangan takut,”ujar atasannya menyemangati.
“Anu pak… yang saya suka itu adalah…. Adalah anak bapak,”lanjut Ustaz Syah sambil tertunduk. Usai menyampaikan kalimat itu, Ustaz Syah tidak berani mengangkat mukanya menatap atasannya. Ada guncangan hebat terjadi dalam dirinya setelah menyampaikan kalimat itu. Seolah ia hendak segera berlalu dari hadapan atasannya seketika itu juga.
Namun dengan tenang, seolah sudah tahu sebelum Ustaz Syah menyampaikan maksudnya, atasannya menjawab perlahan. “Maksud kamu bagus, tapi saya belum bisa memberi jawaban. Karena anak saya itu masih sekolah. Sabar saja yah,”jawab atasannya yang kemudian langsung berdiri kembali ke ruangannya.
Jawaban yang keluar dari mulut atasannya itu membuat Ustaz Syah kembali cemas. Suasana galau kembali memenuhi suasana hatinya. Itu yang kemudian membuat dia berlama-lama duduk di Mushallah, entah apa yang ia pikir.
Ustaz Syah memang selama ini hanya memendam perasaan. Ia tidak seperti lelaki kebanyakan yang memilih menyatakan hasrat cintanya pada perempuan yang ia suka. Ustaz Syah justru lebih memilih menyatakan keinginannya pada orang tua perempuan yang ia suka, meski sama sekali ia belum menyampaikan rasa suka nya itu ke sang perempuan.
Usai pertemuannya dengan atasannya di Mushallah, Ustaz Syah masih menunggu jawaban pasti dari atasannya. Tapi sehari setelah pertemuan itu, belum juga ada jawaban. Meski dia sekantor dengan atasannya tetap saja jawaban itu tidak kunjung datang.
Ustaz Syah pun mulai khawatir. Akhirnya ia pun berkali-kali mengirimkan Short Message Service (SMS). Namun yang dikirim bukan berharap jawaban. Yang ia kirim terjemahan ayat dan hadis yang tentu saja ada kaitannya dengan pernikahan.
Berhari-hari Ustaz Syah mengirimkan SMS ke atasannya, namun jawabannya tidak kunjung ada. Hingga pada suatu malam, Ustaz Syah bangun Shalat Tahajjud. Usai Shalat Tahajjud ia pun kembali mengirimkan SMS ke atasannya. Ia sudah menduga jika pada waktu yang sama, atasannya juga bangun Shalat Tahajjud. Namun lagi-lagi yang di kirim lewat SMS itu adalah dalil-dalil agama.
“Silahkan datang dengan keluarga ke rumah. Tentukan saja kapan waktunya,”begitu bunyi tulisan balasan SMS dari atasan Ustaz Syah. Mendatapat balasan SMS seperti itu, di tengah malam yang lengang, di saat orang-orang terlelap dalam tidur, Ustaz Syah langsung Sujud Syukur.
Sejak menerima jawaban SMS itu, wajah Ustaz Syah berbinar. Ia langsung menghubungi kerabatnya untuk menjadwal proses lamaran ke rumah atasannya. Hari pelamaran itu pun tiba. Hari yang menjadi hari-hari pertama pancaran sinar kegembiraan mengisi relung hati Ustaz Syah.
Hari itu, perempuan idaman ustaz Syah yang bernama lengkap Husnul Khatimah diasingkan. Dia diasingkan ke ibu kota provinsi. Ia ditemani kakaknya untuk berbelanja. Oleh orang tuanya sang Pujaan hati Ustaz Syah di perintahkan ke Ibu Kota Provinsi itu dengan dalih belanja-belanja karena sudah hampir tamat SMA. “Hitung-hitung hiburan, kan sudah lama kamu tidak pernah ke kota jalan-jalan,”demikian alasan orang tua Husnul, nama panggilan akrab sang pujaan hati Ustaz Syah.
Mendapat perintah demikian, tentu saja Husnul gembira. Meski sempat curiga dengan perintah yang mendadak dan tidak biasanya itu, namun ia mencoba berpikir positif. Hari itu juga ia langsung berangkat ke Ibu Kota Provinsi bersama saudara lelakinya. Husnul dan saudaranya berpindah dari satu Mall ke Mall lain. Ia seolah ingin memanfaatkan hari itu untuk menghibur diri.
Namun saat sedang duduk-duduk disebuah restaurant salah satu Mall di Ibu Kota Provinsi, orang tuanya menelpon saudaranya laki-lakinya yang sedang duduk menikmati makanan di restaurant itu.
“Siapa yang nelpon,”Tanya Husnul kepada kakak laki-lakinya itu.
“Mama. Dia tanyakan keberadaan kita,”jawab kakaknya singkat.
Jawaban itu ternyata membuat Husnul makin penasaran. Ia seolah dapat firasat ada hal yang tidak beres dengan perintah liburan itu. Setelah berpikir sejenak, Husnul pun menghubungi salah satu kerabatnya yang juga adalah teman dekatnya di kampung. Kepada temannya itu, Husnul meminta agar segera ke rumahnya melihat apakah ada acara yang berlangsung di rumahnya. Kebetulan rumah teman dekatnya itu tidak jauh dari rumahnya.
“Saya lihat banyak orang di rumah kamu, memang ada acara apa?,”Tanya temannya dari balik Handphon.
“Coba kamu cari tahu acara apa itu, saya juga tidak tahu acara apa,”jawab Husnul, yang langsung dituruti oleh temannya.
“Kata tetangga disini acara lamaran, siapa yang dilamar yah?,”kembali temannya bertanya dengan lugu. Mendapat pertanyaan itu, bukan jawaban yang diperoleh, Husnul yang ditanya justru langsung mematikan Ponselnya dan langsung menangis seketika itu juga. Kakaknya yang saat itu ada didekatnya menenangkan.
“Husst jangan menangis. Disini banyak orang. Malu jadi pusat perhatian,”ujar kakaknya menasehati.
Sambil terisak, Husnul kemudian mengajak kakaknya meninggalkan tempat itu. Ia langsung minta agar segera pulang ke rumahnya yang jaraknya 200 kilometer lebih dari pusat kota itu. Meski sempat mengangis, namun Husnul tidak sampai meronta atau berbuat hal-hal yang bisa membahayakan dirinya.***
NB : Cerita ini hanyalah karangan dan ilusi Pengarang. Jika ada nama atau kisah dalam cerita ini yang sama atau mirip, itu hanya kebeteluan saja. Terima Kasih Wassalam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar